Keterangan Kapolri di DPR: Detik-detik Brigadir J Dibunuh hingga Peran Brigjen Hendra Kurniawan

Berikut ini sejumlah poin keterangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait kasus pembunuhan Brigadir J yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III di DPR RI, Rabu (24/8/2022). Pembunuhan Brigadir J terjadi pada 8 Juli 2022 lalu di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan lima tersangka yakni Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, Brigadir Ricky, Kuat Maruf dan Putri Chandrawathi.

Kasus ini semula direkayasa seakan akan sebagai sebuah peristiwa tembak menembak, namun kemudian terbongkar bahwa kejadian sebenarnya adalah pembunuhan berencana. Kapolri mengungkap detik detik terjadinya pembunuhan Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Disampaikan Kapolri, saat terjadi peristiwa pembunuhan Brigadir J, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E melihat Brigadir J sudah terkapar bersimbah darah di depan Irjen Ferdy Sambo.

Saat itu, Irjen Ferdy Sambo memegang senjata api. "Saat itu saudara Richard menyampaikan bahwa melihat almarhum Yoshua terkapar bersimbah darah dan saudara FS berdiri di depan memegang senjata," kata Sigit, sebagaimana diberitakan Sigit menuturkan, Ferdy Sambo kemudian menyerahkan senjata api miliknya kepada Bharada E.

Lalu, dia meminta Bharada E turut menembak Brigadir J. Keterangan Kapolri ini sedikit berbeda dengan keterangan Timsus yang sempat menyebut Bharada E yang pertama menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo. Dalam RDP di DPR, Kapolri juga mengungkap adanya intervensi yang dilakukan petinggi Divpropam Polri kepada penyidik.

Dikatakan Kapolri, intervensi itu terjadi pada 9 Juli 2022 atau sehari setelah kejadian. Intervensi itu berupa tidak dibolehkannya penyidik membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Pada hari Sabtu (9 Juli 2022) pada pukul 11.00 WIB, penyidik Polres Jakarta Selatan mendatangi kantor Biro Paminal Div Propam untuk melakukan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi saksi saudara Richard, Ricky dan Kuwat," katanya dikutip dari YouTube TV Parlemen.

"Namun penyidik mendapatkan intervensi dari personel Biro Paminal Div Propam Polri. Penyidik hanya diizinkan untuk mengubah format Berita Acara Interograsi yang dilakukan oleh Biro Paminal Div Propam menjadi Berita Acara Pemeriksaan," ujarnya. Lebih lanjut, kata Listyo Sigit, pada hari yang sama pukul 13.00 WIB, para penyidik dan saksi diarahkan oleh Biro Paminal Div Propam untuk melakukan rekonstruksi kejadian di rumah dinas Ferdy Sambo. Namun, personel dari Biro Div Propam Polri tersebut justru memerintahkan agar hardisk CCTV yang berada di pos pengamanan di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan untuk diganti.

"Personel Biro Div Propam Polri di saat yang bersamaan kemudian menyisir TKP dan memerintahkan untuk mengganti hardisk di pos sekuriti Duren Tiga." "Hardisk CCTV ini kemudian diamankan oleh personel Div Propam Polri," jelasnya. Kapolri juga mengungkap sosok polisi yang mengambil dan merusak CCTV di area Pos Satpam.

Dikatakan Kapolri, CCTV itu diambil dan dirusak oleh anggota Polri dari Divisi Propam Polri dan Bareskrim Polri. "Kami mendapati ini yang menjadi perhatian publik, CCTV yang saat itu hilang CCTV di satpam dari hasil interogasi saat ini kami mendapatkan kejelasan bahwa CCTV tersebut diambil oleh anggota ataupun petugas dari personil Divisi Propam dan personil dari Bareskrim," kata Sigit, sebagaimana diberitakan . Namun begitu, Sigit tak membeberkan secara rinci perihal anggota Polri yang diduga mengambil dan merusak rekaman CCTV tersebut.

Terungkapnya hal tersebut dapat menjadi kunci pengungkapan kasus kematian Brigadir J. "Dari situ terungkap peran masing masing siapa yang mengambil dan siapa yang mengamankan kemudian pada saat kita melakukan pemeriksaan lebih lanjut kita dapatkan siapa yang merusak CCTV. Tentunya ini bisa menjadi kunci pengungkapan kasus ini," pungkasnya. Kapolri menyatakan hingga saat ini, sebanyak 97 anggota polisi telah diperiksa terkait penanganan kasus Brigadir J.

Dari jumlah itu, kata Kapolri, 35 orang di antaranya terbukti melanggar kode etik profesi. Adapun 4 orang di antaranya merupakan perwira tinggi Polri. "Kami telah memeriksa 97 personel. 35 orang diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi dengan rincian berdasarkan pangkat ini selain pidana juga dikenakan kode etik, Irjen Pol 1 personel, Brigjen Pol 3 orang, Kombes Pol 6 orang, AKBP 7 orang, Kompol 4, AKP 5, Iptu 2, Ipda 1, Bripka 1, Brigadir Polisi 1, Briptu 2 dan Bharada 2," kata Sigit, seperti diberitakan .

Sigit menuturkan bahwa ada 18 anggota polisi yang juga harus ditahan di tempat khusus (patsus). Mereka ditahan di Mako Brimob Polri maupun Provost Mabes Polri. "Dari 35 personel tersebut 18 saat ini sudah kita tempatkan di penempatan khusus, sementara yang lain masih berproses pemeriksaannya. 2 saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan laporan polisi dari Bareskrim sehingga tinggal 16 orang yang ada dipatsus, sementara sisanya jadi tahanan berkait dengan kasus yang dilaporkan di Bareskrim," jelas Sigit.

Lebih lanjut, Sigit menuturkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan proses sidang etik kepada puluhan anggota yang melanggar di kasus Brigadir J paling lambat 30 hari ke depan. "Kami tentunya berkomitmen untuk segera bisa menyelesaikan proses sidang etik profesi ini dalam waktu 30 hari ke depan, ini juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap pada terduga pelanggar," pungkasnya. Kapolri juga memberi penjelasan terkait motif yang melatari Ferdy Sambo membunuh Brigadir J.

Namun, keterangan Kapolri tidak jauh berbeda dengan keterangan Timsus sebelumnya. Sebagaimana diberitakan , Kapolri menyatakan Ferdy Sambo memerintahkan pembunuhan Brigadir J setelah emosi usai mendapat laporan dari istrinya, Putri Chandrawathi. "Motif saudara FS melakukan perbuatan tersebut karena yang bersangkutan marah dan emosi atas setelah mendengar laporan dari ibu PC," kata Sigit.

Putri, kata Sigit, menceritakan suatu persitiwa yang dituding dilakukan Brigadir J di Magelang. Insiden itu disebut telah menciderai harkat martabat keluarga Ferdy Sambo. Namun Kapolri tidak menjelaskan secara rinci terkait insiden tersebut.

Nantinya, hal itu akan terbuka di persidangan. "(Ferdy Sambo marah) dengan peristiwa terjadi di Magelang yang dianggap menciderai harkat martabat keluarga. Untuk lebih jelasnya akan diungkap di persidangan," bebernya. Dalam RDP, Kapolri juga mengungkap peran Brigjen Hendra Kurniawan yang saat peristiwa terjadi menjabat sebagai Karopaminal Divpropam Polri.

Brigjen Hendra Kurniawan kemudian dicopot dan dikurung di Mako Brimob. Diungkap Kapolri, Brigjen Hendra Kurniawan melakukan intervensi terhadap keluarga Brigadir J di Jambi. "Kemudian malam harinya datang personel dari Div Propam Polri yang berpangkat pati atas nama Brigjen Pol Hendra atau Karo Paminal yang menjelaskan dan meminta pada saat itu untuk tidak direkam dengan alasan terkait dengan masalah aib," ucapnya, diberitakan .

Listyo menyebut ada kejanggalan lain juga yang disampaikan oleh Hendra Kurniawan. Dia mengatakan Hendra Kurniawan juga menjelaskan soal insiden yang menewaskan Brigadir Yoshua secara detail. "Terkait dengan penjelasan tersebut keluarga tidak percaya dengan penjelasan yang telah diberikan oleh personel Div Propam Polri tersebut, beberapa hal ditanyakan antara lain masalah CCTV di tempat kejadian, hal hal yang dirasa janggal, kemudian terkait barang barang korban, termasuk HP dan kejanggalan kejanggalan ini kemudian viral di media dan mendapatkan perhatian publik," kata Listyo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Proudly powered by WordPress | Theme: Journey Blog by Crimson Themes.